skin kampung indian: Sejarah Aka Band Surabaya

Sejarah Aka Band Surabaya




AKA - Group
"Selama lebih dari tujuh tahun AKA menjadi reprentasi band dengan aksi panggung paling brutal dalam sejarah musik rock Indonesia Tempo Doeloe".

Bagi siapa pun yang pernah menyaksikan pertunjukan AKA bersepakat bahwa AKA memiliki elemen-elemen penting yang menjadi dasar kebutuhan penampilan sebuah band panggung. masing-masing personilnya memperlihatkan penguasaan intrument dengan baik, mampu menyanyanyi dengan warna vocal berlainan,serta memiliki kemampuan berkomunikasi dengan audience.

Semua elemen tersebut menggumpal dalam bentuk penampilan sensasional, penuh kejutan dan selalu ditunggu. Atraksi teatrikalnya itu lahir dari pemikiran dari sang "Ucok Andalas Datuk Oloan Harahap " (lahir di Surabaya 23 mei 1940) yang lebih populer dengan panggilan Ucok Aka. Ia menciptakan rentetan atraksi nan mendebarkan itu bukan tanpa alasan.

"Dipanggung kita harus memberi hiburan dengan persentase enam puluh persen untuk mata dan empat puluh persen untuk telinga,hasil seperti itu" papar ucok yang tak ingat persis dari mana saja ide mendatangkan peti mati, tiang gantungan cambuk dan sebagainya. yang pasti setiap selesai mentas ia merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit. Toh baginya itu konsekuensi dari sebuah pilihan. Aksi panas tersebut diulangnya lagi dan lagi, sehingga akhirnya memang menjadi AKA dikemudian hari.

Didukung Arthur kaunang lahir di Surabaya (Juli 1951) yang enerjik, Soenata Tanjung (lahir di Bondowoso, 16 Desember 1945) yang terampil memilih nada-nada melodius namun tetap menguar sound beringas serta Syech Abidin (lahir di Surabya, 10 Desember 1948) yang bermain stabil, AKA menjadi semacam penyeimbang kekuatan " The Rollies, Giant Step, Super Kids , Rawe Rontek (Band-band rock asal kota Bandung tempo doeloe), Godbless (Jakarta) atau Golden Wings (asal Palembang tempo doeloe)".

Di seruas jalan bernama Kaliasin (sekarang jalan Basuki Rahmat), yang salah satu ujungnya bersinggungan dengan jalan Urip Sumoharjo di salah satu sudut Surabaya yang panas, terdapat Apotek Kaliasin milik Dr.Ismail Harahap. Dibelakang bangunan itu terdapat bangunan ruang tempat latihan band yang sekaligus merupakan markas AKA.

Perangkat musik di situ disediakan oleh Ismail Harahap setelah Ucok merayunya dengan membawa serta gitaris Jerry Soussa. jerry itu gitaris yang sangat terkenal. " Saya ngajak dia dengan harapan agar saya bersedia membelikan peralatan band." tutur Ucok.

Taktik ini terbukti berhasil, kemudian ia mendirikan AKA pada 25 mei 1967, itulah tanggal dan bulan kelahirannya. Nama AKA (kependekan dari apotek Kaliasin) diberikan oleh " Joe DJauhari Kustaman ", saudara angkat Ucok yang yang tinggal bersama keluarga Harahap dijalan Dr.Supratman No.8, Surabaya. Atas permintaan Fransisca Frederica, ibunda Ucok wanita keturunan Francis, Joe menemani Ucok melanjutkan pendidikan mengambil jurusan Asisten Apoteker di Semarang. Disana ia berhasil menamatkan pendidikannya, tetapi Ucok tidak. Lelaki kribo itu rupanya sudah kontrak mati dengan dunia pangung.

Setelah bertemu dengan pemain bass Hengki Wass, Jerry kemudian mengaudisi para calon drummer. Dari dua belas pelamar yang datang, tak satupun yang dianggap memenuhi syarat. akhirnya pilihanya jatuh kepada Syech Abidin yang merupakan drummer ke - 13 yang datang melamar.

Ucok sendiri memainkan organ perkusi dan tentu saja sebagai vocalis utama.
Adapun Dr. Ismail bertindak sebagai manager yang mengurus segala keperluan kontrak panggung dengan promotor.

Tapi formasi ini tidak bertahan lama. Hengki Wass mengundurkan diri digantikan adiknya, Peter Wass bassis bertangan kidal. Sedangkan Jerry Soussa digantikan Soenatha Tanjung eks gitaris "Ariesta Birawa" yang telah melahirkan nama besar Mus Mulyadi. Tahun 1999 Jerry Soussa yang hidup menyendiri menghembuskan nafas, kepergianya baru diketahui beberapa hari kemudian. "Saya juga terlambat menerima kabar kematiannya." kata Ucok dengan suara perlahan.

Tahun-tahun pertama karir AKA ditandai dengan pergantian pemain bass dari'Peter Wass' kepada'lexi Rumangit'. Entah kebetulan atau tidak, keduanya sama- sama kidal, sama-sama dahsyat.

AKA formasi ini mampu mensejajarkan diri dengan dua nama besar yang tengah menjadi kebanggaan publik Surabaya, Ariesta Birawa dan Yeah Yeah Boys yang dimotori oleh Eddy Radjab. Sayang, Lexi Rumangit punya masalah dalam soal disiplin. Ia sering mangkir latihan, menurut Soenatha salah satu faktor penyebabnya ketidak mampuan Lexi dalam memisahkan urusan band dengan urusan pacaran.

Hal yang sebenarnya lumrah ini lama-kelamaan dirasakan menggangu jadwal latihan dan pertunjukan.

Lexi akhirnya mundur pada tada tahun 1969. Aka pun sibuk mencari penggantinya karena sudah terkait kontrak dengan sejumlah promotor.

Kabar terkuaknya lowongan baru sampai ketelinga " Arthur Victor George Jean Aness Kaunang ", melalui seorang teman bernama Rubin.

Arthur kaunang yang pernah bergabung dengan Leo Kristi dalam kelompok Muana, seorang penggemar berat AKA. Ia rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menonton AKA berlatih dibelakang apotek Kaliasin tadi. kesempatan audisi untuk menggantikan Lexi rumangit langsung membuatnya bingung dan gelisah.

Nama AKA terlampau besar baginya disamping menyadari dirinya tak sehebat Lexi Rumangit. Istrumen yang paling dikuasai dirinya ketika itu ialah piano klasik. Namun pencabik bass mana pun di Surabaya yang akan " rela mati " demi untuk bisa bergabung dengan AKA.

Dan Arthur akhirnya menjajal kesempatan tersebut tanpa dibekali penguasaan bass yang memadai. Ternyata, dari sekian banyak calon bassis yang di audisi, Arthur lah yang terpilih. Padahal saat itu banyak pelamar yang lain lebih bagus darinya.

Sampai sekarang Arthur tak pernah menanyakan alasan pemilihan dirinya. " Arthur sengaja dipilih karena dia kidal, soal nya dipanggung kami terbiasa dangan format bassis kidal." alasan Soenatha Tanjung.

Selama tujuh hari Arthur tak diperkenankan pulang karena harus ngebut manghapal reportoar dari Steven Wolf, Tree Dog Night, The Cream dan Jimmy Hendrix untuk memenuhi beberapa kontrak yang terlanjur di tandatangani. " AKA pada saat itu sudah punya nama besar. Bisa bergabung dengan mereka rasanya seperti " dream come true " kenang Arhur.

Setahun kemudian AKA mendapat tawaran mengisi acara tetap di West Point Garden Bar & Restaurant , Singapura. Disana mereka bertemu The Rollies, kelompok Brass Rock asal kota Bandung, yang tengah mengisi acara serupa ditempat lain. Sebelum kedatangan mereka, tempat hang out terletak dipinggir pantai ini biasa menyajikan lagu lagu "off beat" untuk mengiringi pengunjung ber A Go - Go.

Akan tetapi AKA mengubah atmosfir tersebut dengan memainkan lagu-lagu rock ternyata sambutannya bagus. kehadiran arek-arek itu menjadikan jumlah pengunjung restoran tersebut semakin berlimpah. Kontrak pun diperpanjang. Tidak hanya itu, perusahaan Life Records menawari mereka untuk rekaman mengiringi beberapa solo artis Mandarin. Sebagai anak perantauan AKA kemudian disibukan oleh jadwal yang padat.

Siang rekaman malam menghibur pengunjung West Point Garden Bar & Restaurant. Toh diluar itu mereka masih berusaha menyisihkan waktu untuk berburu piringan hitam (PH.).
Berkat seabreg cakram itulah mereka dapat mengikuti perkembangan musik dunia, terutama yang menyangkut nama-nama besar yang menjadi acuan selama ini.

Ucok Harahap, sebagai contoh mengaku terpengaruh oleh James Brown. Karakter si raja soul inilah menginspirasi kegilaannya di atas panggung, kelak AKA pernah dicekal di Jawa Timur gara-gara ucok Harahap melakukan adegan senggama ketika membawakan Sex machine nya James Brown. " Ucok terlalu menghayati lagu itu, sampai-sampai mencopot seluruh pakaiannya hingga tinggal celana dalam saja," cerita Arthur Kaunang yang juga punya aksi panggung sama-sama ganas.

Tak berapa lama Apotek Kaliasin berpindah kepemilikan. keluarga Ucok boyongan ke daerah lawang yang udaranya lebih sejuk. Sebuah villa milik keluarga Harahap segera berubah fungsi menjadi tempat tinggal.

Disana AKA kembali melanjutkan rutinitasnya main musik. Sesekali mereka berlatih di studio milik Richard Pontoh, salah seorang roadies yang disebut-sebut sebagai maskot AKA,dibilangan Pucang Anom Timur 6, Surabaya.

Disamping senang memborong piringan hitam, sebagaian penghasilan dari manggung mereka pergunakan untuk membeli peralatan musik, Soenatha pulang ke Indonesia dengan menenteng Fender Stratocaster, Arthur membawa bass gitar Fender Vintage 64, demikian pula Syech Abidin. " hanya Ucok yang gak bawa apa-apa. Nggak tahu duitnya dipake apa." Arthur tertawa.

Sesampainya di tanah air mulailah AKA melakukan penjelajahan dari panggung-kepanggung. kecintaan terhadap lagu-lagu berirama keras merangsang mereka untuk selalu tampil enerjik. Ucok bahkan menginginkan grupnya lebih dari pameran skill. Ia menggagas atraksi teatrikal yang melibatkan peti mati,cambuk, tengkorak dan sebagainya.

Arthur, Soenatha dan Syech Abidin merespon gagasan gila tersebut dengan menyiapkan aransemen khusus pada lagu-lagu tertentu untuk menambah kesan dramatis. Walhasil, nama AKA pun meroket meninggalkan Ariesta Birawa dan Yeah Yeah Boys.

Namun hingga saat ini kesempatan untuk rekaman belum juga datang menghampiri. " kami harus menghabiskan waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya mendapat tawaran rekaman. kesempatan bikin album susahnya minta ampun, tidak seperti jaman sekarang. " tutur Syech Abidin. Tawaran untuk rekaman akhirnya datang dari Indra records.

Album demi album lahir meluncur secara teratur, umumnya mengetengahkan judul bahasa Inggris seperti Sky Rider (1973), Cruel Side of The Suez War (1974), Shake Me (1974), atau Mr. Buldog (1976).

Kebanyakan syair ditulis oleh Ucok dan Arthur yang memang pernah kuliah di IKIP Surabaya, jurusan sastra Inggris, namun tak sempat menyelesaikan skripsi.

Memang Aka sempat mencetak hit "Akhir Kisah Sedih," Dunia Buram," atau " Badai Bulan Desember," namun secara umum publik lebih menantikan atraksi AKA. Sedangkan album yang menggunakan bahasa Indonesia, "Bertemu Untuk Berpisah (1976) sekaligus mengakhiri hubungan kerja mereka dengan " Indra Records ".

Ini sebenarnya merupakan kompilasi lagu-lagu bernuansa balada yang pernah menduduki tangga lagu.

Harus diakui AKA memiliki keunggulan dalam penulisan berbahasa Inggris, artikulasi,progresi nada, serta ekspresi bernyanyi Ucok mau pun Arthur sudah sulit dibedakan dengan pemusik-pemusik luar negeri.

Judul-judul di atas dibuat untuk suasana panggung,atau setidaknya untuk kebutuhan panggung, " Crazy Joe " sekedar gambaran, memperlihatkan interaksi Ucok dan Arthur dengan kekompakan seperti biasa yang terlihat pada saat tampil live. inilah yang sering menjadi nomer andalan di atas panggung. Ketika dirilis " Crazy Joe," bertahan dipuncak tangga radio Australia selama tiga pekan.

Beruntung Ucok memiliki tiga adik yang tinggal di luar negeri. Mereka inilah yang yang rajin mengirimi piringan hitam sehingga Ucok mendapat referensi yang berharga.

Meski dikenal lama sebagai macan panggung, tidak semua aktrasinya berjalan mulus. Pada saat tampil di Taman Ismail Marzuki, Jakarta 9 & 10 November 1973, terjadi peristiwa nahas. Ketika membawakan Crazy Joe yang merupakan encore dari pertunjukan AKA, Ucok kembali melakukan aktrasi dengan memasukan dirinya ke dalam sebuah peti mati yang terdiri dari dua lapis, di mana di dalam peti mati lapis pertama sudah di siapkan tengkorak.

Menurut Soenatha, setelah masuk ke dalam peti mati tersebut Ucok harus meloloskan diri melalui bagian bawah, sehingga pada saat peti mati tersebut di buka, penonton hanya akan menemukan tengkorak tersebut.

Namun entah mengapa mendadak dari dalam ucok berteriak-teriak. Ia berusaha membuka sendiri pintu mati . Sial, macet. Setelah berhasil di buka dengan paksa, Ucok seperti kesurupan berlari ke atas tembok pembatas arena Teater Terbuka. kemudian memanjat genting sebelum terjatuh terhempas bumi karena tanpa sengaja ia memegang kabel listrik yang melintang di atas genting.

Namun menurut versi Ucok, ketika dirinya di masukan ke dalam peti mati tersebut, ia kaget mendapatkan dirinya berada di sebelah mayat seorang wanita. Karena ketakutan, ia lantas menendang-nendang peti mati itu sekuat tenaga hingga terbuka, lalu tanpa sadar berlari sejauh mungkin dikejar mayat wanita tesebut.

Benarkah kesurupan ?
" Saya tak ingat pasti " Kalau keadaan sadar lari-lari di atas genting ," papar ucok.
" Crazy Joe " adalah panggilan yang berikan kepada Joe Djauhari kustaman karena seringkali memberikan ide-ide yang di anggap nyeleneh.

Joe inilah yang menggantikan Ismail Harahap dalam menangani urusan kontrak AKA dengan panitia.

Toh, meski sempat mengalami pergantian manejer, secara ekonomi AKA tidak berbeda dengan kebanyakan group ketika itu yang bermusik semata-mata lebih sebagai penyaluran hobi.

" Waktu itu kami tak pernah berfikir bagaimana AKA berhasil secara ekonomi. Berbeda dengan management band sekarang yang lebih profeional dan sejak jauh hari sudah memikirkan bagaimana mengumpulkan penghasilan sebanyak-banyaknya," papar Soenatha.

Arthur kaunang bahkan memandang keterlibatan Dengan AKA sebagai dari proses perjuangan dalam mencari jati diri sebagai musisi. " secara ekonomi gue lebih mapan waktu dengan SAS," tambah bassis tingi besar itu.

Mungkin karena itulah mereka seolah mereka tak pernah perduli dengan komersialisasi sebuah karya musik. mereka tetap memasukan lagu ber teks Inggris ke dalam album-album AKA meski porsinya kecil. Dengan begitu pencitraan sebagai band panggung dengan aksi memikat dapat di pertahankan.

Namun konsep ini segera berakhir seiring dengan kontrak kerjasama AKA dengan telah berada di bawah naungan Remaco. AKA tak mampu menghindari tekanan produser untuk melahirkan album yang lebih komersil. Pada tahun 1974 melancurlah album bertajuk Pop Melayu dengan hit " yang jauh di sana " yang dilantukan Syech Abidin. kemudian Pop Melayu Jawa dan Qosidah modern yang dirilis pada tahun yang sama.

Keangkeran AKA sebagai band rock yang disegani kemudian tengah meluncur ke titik nadir. banyak penggemar yang dikhianati dan mulai melupakan mereka. Sementara itu perbedaan prinsip antara sesama personil AKA semakin menggiring mereka ke arah sebuah sebuah persimpangan.

Di satu sisi Soenatha, Arthur dan Syech ingin mengedepankan musik berdasarkan sebuah konsep, namun di sisi lain ucok semakin larut dengan sensasi-sensasi yang terus-menerus ia ciptakan, upaya untuk menyatukan visi telah berulang kali di tempuh namun tak pernah menghasilkan titik temu. AKA berusaha tetap eksis dalam keterseokan.

Akan tetapi aura keretakan dalam tubuh AKA mulai tercium ketika Ucok jatuh cinta kepada seorang gadis bernama Farida yang sama-sama tinggal di Lawang. begitu kepincutnya Ucok, sampai-sampai Farida pindah ke Jakarta, Ucok nekad meninggalkan istri beserta empat orang anak. " Sampai di Jakarta saya terpaksa tidur di stasiun Gambir, katanya menerawang.

kedua pasangan yang di mabuk asmara akhirnya menikah dan di karuniai dua putra:Sutan Kharisma Mahayudin dan Sutra Kharisma maharani yang kini menjadi prenter sebuah TV swasta.

Keputusan Ucok menikahi Farida membuat ketiga temannya tidak habis pikir. Dalam pandangan Syech Abidin, ucok memang selalu tidak berdaya jika sudah berhadapan dengan urusan perempuan. " Dia itu orangnya sangat baik, tetapi punya kelemahan dalam urusan perempuan. Dari dulu persoalan dia selalu menyangkut perempuan."

Semula mereka tak terlalu ambil perduli sepanjang urusan percintaan Ucok tak mengganggu aktivitas AKA. namun keputusan Ucok untuk meniggalkan Lawang untuk menetap di Jakarta membuat repot teman-tamannya. Komunikasi menjadi sulit. Apalagi tersiar kabar Ucok membuat album rekaman lewat group'Love Sweet Gentle' bersama: Hengky (gitar), Eddy (bass), Moustafa (drum), dan Cipta (saksopon) Ucok semakin sibuk sendiri.

ketika Aka mendapat undangan mentas di Semarang, Ucok malah mangkir, AKA pun terpaksa tampil dengan formasi tiga orang. Peristiwa seperti itu terus berulang. Ucok lantas diberi peringatan melalui surat resmi, tapi hingga surat peringatan kedua dilayangkan tak kunjung memberikan respons. ketika temannya lantas mengibarkan bendera SAS (Soenetha, Arthus, Syech Abidin). AKA dibiarkan vakum karena Ucok tak pernah menyatakan keluar.

Setelah tinggal di Jakarta, terpisah dari ketiga teman seperjuangannya, Ucok runtang-rantung sendirian. Agar tak kehilangan muka di mata di keluarga Farida (Istrinya), dicarinya kesibukan dengan mensirikan Ucok and The His Gang (Uhisga). Ini semacam bengkel kesenian yang mengakomodir kegiatan musik, fashon show, modelling dan entah apalagi.

Jumlah anggotanya pun menggelembung. Lucunya pada saat menggung di Jember SAS pernah sepanggung dengan Uhisga. Di sana Ucok kembali menampilkan aktraksinya dengan menggantung dirinya di atas sebuah tiang yang sudah dipersiapkannya.

Peristiwa nahas kembali terulang. Kaki yang mengikat kedua kakinya terputus dan Ucok meluncur dengan posisi kepala di bawah. Pertunjukan pun segera dihentikan..

" Itu ulah orang yang tidak suka sama saya, kemudian memutus tali secara gaib," kata lelaki yang punya kemampuan seorang paranormal itu.

" Uhisga " ternyata pula tak cukup mampu menampung ledakan kretivitas Ucok yang seperti tak kehabisan energi. Di Jakarta ia mendirikan The Yukas bersama Yopie Item (gitar), dan Karim Suweileh(drum).

Meski berkolaborasi dengan musisi jazz handal, toh album jalan-jalan yang dihasilkannya bernuansa pop.

Ucok kemudian mendirikan Warrock yang tidak menghasilkan apa-apa. Namun kharaisma Ucok Harahap rupanya belum berakhir. Pada saat namaya mulai dilupakan, ia membuat kejutan dengan proyek Duo Kribo bersama Achmad Albar yang berhasil mencetak hit " Penyanyi Jalang," " Neraka Jahanam," " Pelacur Tua," dan dll.

Namanya kemudian menjadi topik pembicaraan Dalam penuturan Arthur Kaunang, kegagalan Warrock telah mengispirasikan di kalangan personil SAS untuk menghidupkan personil AKA. Sukses Duo Kribo telah mengubur rencana tersebut.

Mimpi ke arah sana memang terwujud pada 1997. AKA kembali memasuki studio rekaman untuk menggarap Puber Kedua yang melibatkan Ian Antono. Namun jaman telah meninggalkan mereka. Apalagi album ini tidak disertai konsep yang memadai sebagai daya saing trend masa kini. Kemunculan Puber Kedua hanya menimbulkan riak kecil untuk kemudian segera dilupakan.

Ucok Harahap tinggal di Kediri. Kerinduan nampaknya tetap menggelayut di benak sang ikon terhadap nama besar AKA. Dalam percakapan pada bulan Januari 2007, ia terlihat masih menyimpan mimpi untuk menyaksikan lagu melankolis seperti " badai Bualan Desember" kembali bergabung lewat band generasi sekarang.

Sebuah obsesi yang masih dapat di pertanyakan. Namun tanpa itu pun sebenarnya nama AKA.
Biarlah pablik mengenangnya sendiri.
Oleh : Denny MR Majalah RollingStone February 2008



DIJUAL BUKU-BUKU LAWAS ... !!!