skin kampung indian: Perjalanan Tour Swami Dan Kantata Takwa Di Sumatra 1987

Perjalanan Tour Swami
Dan Kantata Takwa Di Sumatra 1987



swami dan kantata takwa
SWAMI DAN KANTATA TAKWA
Mereka menamakan dirinya SWAMI. Sejak awal kelahirannya, kelompok musik yang satu ini memang punya cerita yang unik. Begitu rekaman album pertamanya rampung, pemain gitar dan keyborad-nya pamit undur diri. Untuk mencari gantinya,mereka melakukan audisi sambil melakukan tour promo. untung dalam waktu singkat mereka menemukan pengganti yang tangguh yaitu Totok tewel (Gitar listrik ) dan Yocky Surya Prayogo (keyboard), yang bahkan berperan besar dalam menegakan bendera group. Grup unik ini,setelah menelorkan dua buah album, sepakat membubarkan dMI. ,perjalanan pulang ini*

Lhoksemawe 1987, kota di ujung pulau Sumatra ini adalah kota yang menjadi saksi dari awal gagasan hingga lahirnya kelompok musik SWAMI. Saat itu saya sebagai seorang reporter dari sebuah koran ibukota Suara Pembaharua, salah satu wartawan yang diundang event organizer AIRO, yang berencana akan menggelar konser musik Iwan Faks Mata Dewa ke 100 kota di Indonesia. Syangnya belum, belum terlaksana di satu kota pun, izin pertunjukan itu tiba-tiba dicabut oleh Mabes Polri tanpa alasan yang jelas. Tentu saja keputusan yang mendadak itu membuat seluruh rombongan hadi shock. Padahal seluruh rombongan pendukung sudah berasa di Palembang, tempat konser perdana bakal digelar. Akhirnya walau seluruh jadwal konser di pulau Andalas itu dibaatalkan, Iwan fals tetap bertekad meneruskan perjalanan ke kota Padang, Medan dan Lhoksumawe, yng tadinya direncakan menjadi kota persinggahan rangkaian konser yang batal dilaksanakan itu.
  
Saya bersama beberapa rekan wartawan seperti Remi Soetanyah dan Hans Miller Manurea (monitor), Toro Sura (Merdeka)dan Iwan (Sriwijaya pos)  diminta menemani perjalanan tersebut. " Aku harus menjelaskan pada publik bahwa  bahwa pembatalan konser tersebut bukan prakarsaku " ujar Iwan fals yang cukup terpukul dengan kejadian ini. Setelah Padang dan Medan, kami menempuh perjalanan darat dari Medan ke Lhoksemawe dengan mobil.
  
Suasana Lhoksemawe saat itu memang bagi kami merasa mencekam. Munculnya isu Gerakan Aceh Merdeka membuat pendatang,terutama dari Jawa,masih disorot tajam oleh masyarakat setempat, Untung selama di Lhoksemawe kami mendapat pengawalan dari kesatuan TNI, ARSU menjaga keamanan wilayah tersebut. Selama di kota itu, kami menemukan bebrapa kejadian yang menurut kami sangat luar biasa. karena tak mungkin terjadi di Jawa.
Suatu pagi, saat mau kembali ke Medan, kami melihat sepasukan tentara berjaga di sepanjang jalan protokol. Setelah bertanya kiri-kanan,ternyata hari itu aka terjadi demontrasi, sebuah kegiatan yang tak mungkin terjadi di Jawa pada masa kejayaan Orba itu. Dan lucunya, yang melakukan demo ternyata anak-anak murid Sekolah Dasar, mereka protes terhadap KUA (kantor urusan agama) berkaitan dengan undang-undang poligami.

Beberpa pos kami pemeriksaan kami lewati. Berbekal kartu pers dan surat tugas ,kami berhasil melewati pos-pos penjagaan tersebut.. Kami kemudian meluncur dengan aman. Bagi saya dan Iwan Fals perjalanan pulang ini membawa suasana lain. Selama perjalanan melaui Palembang,padang,Medan dan Lhoksemawe, kami benyak terlibat dialog dan diskusi tentang berbagai hal,mulai masalah politik,sosial sampai musik. Bahkan dalam perjalanan ini kami sempat menulis beberapa lirik lagu dan mengubah lagu. Sayang lagu-lagu  itu tak sempat kami rekam sampai sekarang.  
Sesampai di jakarta kembal, saya dan Iwan makin sering bertemu. Terkadang berhari-hari saya nongkrong di Condet,rumah Iwan saat itu. Dalam kurun waktu pertemuan itu,kami bersama mengubah lirik dan lagu hingga lahirlah lagu "Bento" "Kebaya Merah" "Condet" dan lain-lain.

Ketika pencekalan Iwan Fals di 100 kota ini berlangsung, ternyata dia sedang terlibat dalam sebuah proyek musik pengusaha Setaiawan Djodi bersama WS Rendra, Yocky Surya Prayogo dan Sawung Jabo, yang kemudian dikenal sebagai " KANTATA TAKWA *****




DIJUAL BUKU-BUKU LAWAS ... !!!