skin kampung indian: Sejarah Tanah Sunda
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Tanah Sunda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Tanah Sunda. Tampilkan semua postingan

Dongeng Legenda Purwakarta


SITU PURWAKARTA JAMAN DULU


Pada masa Dalem Santri menjadi bupati Karawang,ia memindahkan ibukota kabupaten ke daerah Wanayasa,karena pada masa itu sering dilanda banjir.Ia menjadi bupati Karawang berkedudukan di Wanayasa sampai akhirnya diganti oleh adiknya yang bernama Raden Aria Suryawinata atau lebih dikenal dengan nama Dalem Solawat.

Pada masa kepemimpinan Dalem Solawat,ibukota kabupaten Karawang dipindahkeun lagi dari Wanayasa ke daerah Lebak.Lebak berarti dataran rendah,karena memang wilayah Wanayasa berada lebih tinggi dari wilayah Lebak.

Pemindahan ibukota ini diawali dari tabir mimpi,bahwa Dalem Solawat harus memindahkan ibukota ke daerah Lebak dengan ciri- ciri di daerah tersebut harus ada kubangan air tempat mandi badak putih yang di tepiannya tumbuh 3 buah pohon tanjung.

Sebelumnya,dalam pencarian daerah Lebak, Dalem Solawat memerintahkan pada salah seorang cutak (wedana) bawahannya. Pencarian dimulai pada hari Senin.Berhari-hari wedana tersebut mencari kubangan tempat mandi badak putih yang di tepiannya ditumbuhi pohon tanjung.

Setelah sekian lama mencari,akhir nya wedana itu pun menemukan sebuah kubangan tempat mandi badak putih.Segera saja ia pun menghadap Raden Aria Suryawinata di Wanayasa.

“Ampun Kanjeng,hamba telah menemukan daerah yang dimaksud dalam mimpi itu,”kata wedana ketika menghadap Kanjeng Dalem di pendopo.

“Benarkah Paman Wedana tempat itu telah engkau temukan?”

“Benar,Kanjeng.Alangkah baiknya apabila Kanjeng sendiri melihatnya.”

Setelah mendapat laporan,lalu Kanjeng Dalem pun menuju tempat yang diceritakan oleh wadana tadi.Sampailah ke tempat kubangan, bahagia pula hati Kanjeng Dalem.Setelah melihat daerah ter sebut, ternyata keadaannya sesuai dengan impian.Di daerah tersebut terdapat sebuah kubangan yang biasa dipakai mandi badak putih dan di tepiannya tumbuh 3 buah pohon tanjung.

Beberapa hari kemudian,Kanjeng Dalem pun segera memerintahkan seluruh rakyatnya untuk bergotong royong ngababakan (membuka lahan baru) di sekitar kubangan.Tidak memerlukan waktu lama, tempat itu pun segera berubah menjadi lahan baru yang nampaknya sangat baik untuk dijadikan pemukiman.

Dengan disaksikan seluruh rakyatnya,Kanjeng Dalem pun menamakan daerah itu Sindangkasih, yang berarti ber henti di tempat yang sangat dicintai.

“Aku namakan kampung ini Sindangkasih!” ujarnya dengan lantang.

Setelah di daerah Sindangkasih banyak penduduk yang bermukim, akhirnya ibukota kabupaten pun dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih.Semenjak itulah, daerah Sindangkasih semakin ramai dikunjungi orang.Ada yang hanya berdagang,adapula yang memang berniat ber mukim.

Demikian karena tanah di daerah Sindangkasih sangatlah subur. Kubangan tempat mandi badak putih itu pun ternyata hulu cai (sumber air),yang tidak pernah kering.Seluruh areal pesawahan dan perkebunan daerah Sindangkasih pun pengairannya berasal dari kubangan tersebut.

Semakin hari,daerah Sindangkasih semakin ramai dikunjungi pendatang.Masyarakat hidupnya tidak kurang sandang pangan. Kanjeng Dalem pun berbahagia melihat jerih payahnya selama ini membangun kabupaten.Namun sayang sekali kebahagian Kanjeng Dalem dan masyarakatSindangkasih tidak berlanjut,ketika tiba-tiba banyak penduduk yang dirampok dan banyak pencurian di mana- mana.

Masyarakat mulai goyah dan takut.Namun karena kesigapan Kanjeng Dalem, banyaknya perampokan dan pencurian itu dapat direda setelah kelompok penjahatnya tertangkap.

Ternyata kelompok pencuri tersebut bukan penduduk asli Sindangkasih.Mereka merupakan penduduk pendatang dari daerah lain. Daerah Sindangkasih pun kembali aman,tentram,dan masyarakatnya sejahtera.Terlebih Kanjeng Dalem memerintah dengan adil dan bijaksana.Bahkan kehidupan seluruh penduduk semakin sejahtera dari sebelumnya.

Daerah Sindangkasih semakin pesat perkembangannya.Semenjak itu pula,daerah Sindangkasih oleh Kanjeng dalem diganti namanya menjadi Purwakarta.

“Semenjak hari ini,aku ganti nama kampung ini menjadi Purwakarta, ” ujar Kanjeng Dalem di hadapan seluruh rakyatnya.

Dalam bahasa setempat,kata purwa artinya awal atau asal mula, sedangkan karta berarti aman dan sejahtera.Nama Purwakarta itulah yang dikenal hingga sekarang. 

DIJUAL BUKU-BUKU LAWAS ... !!!


Mitos kuno Dewi Sri Atau Dewi Padi Di Tatar Sunda




dewi padi
ANAK-ANAK PRIANGAN TEMPO DULU 
SEDANG MENUMBUK PADI


Dewi Sri atau Dewi Shri (Bahasa Jawa),Nyai Pohaci  Sanghyang Asri ( Bahasa Sunda ),adalah dewi pertanian,dewi padi dan sawah,serta dewi kesuburan di pulau Jawa dan Bali. Pemuliaan dan pemujaan terhadapnya berlangsung sejak masa pra-Hindu dan sebelum Islam di pulau Jawa.

Ritual dan adat
Masyarakat Sunda memiliki rangkaian perayaan dan upacara khusus yang dipersembahkan untuk Dewi Sri. Misalnya upacara Seren Taun yang digelar tiap tahun oleh masyarakat Baduy, Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul,KampungNaga, Cigugur, Kuningan dan berbagai komunitas tradisional Sunda lainnya. Tradisi ini ditelusuri sudah dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda purba.

Upacara digelar untuk memberkati bibit padi yang akan ditanam serta padi yang akan dipanen. Pada perayaan ini masyarakat Sunda menyanyikan beberapa pantun atau kidung seperti Pangemat dan Angin-angin.Kidung nyanyian ini dimaksudkan untuk mengundang Dewi Sri agar sudi turun ke bumi dan memberkati bibit padi, supaya para petani sehat,dan sebagai upacara ngaruwat atau tolak bala; untuk menangkal kesialanatau nasib buruk yang mungkin dapat menimpa para petani. 

Pada saat memanen padi pun masyarakat tradisional Sunda tidak boleh menggunakan arit atau golok untuk memanen padi, mereka harus menggunakan ani-ani atau ketam,pisau kecil yang dapat disembunyikan di telapak tangan. Masyarakat Sunda percaya bahwa Dewi Sri Pohaci yang berjiwa halus dan lemah lembut akan ketakutan melihat senjata tajam besar seperti arit atau golok.

Selain itu ada kepercayaan bahwa padi yang akan dipanen, yang juga perwujudan sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan lembut satu persatu, tidak boleh dibabat secara kasar begitu saja.

Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda,dan Bali. Meskipun demikian banyak versi mitos serupa mengenai dewi kesuburan juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia. Meskipun kini orang Indonesia kebanyakan adalah muslim atau beragama hindu,sifat dasarnya tetap bernuansa animisme dan dinamisme.

Kepercayaan lokal seperti kejawen dan sunda wiwitan tetap berakar kuat dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus berlangsung bersamaan dengan pengaruh Hindu,Buddha,Islam,dan Kristen. Beberapa kraton di Indonesia,seperti kraton di Cirebon,Ubud (Bali) Surakarta dan Yogyakarta tetap membudayakan tradisi ini.



DIJUAL BUKU-BUKU LAWAS ... !!!