ICHTISAR SEJARAH SASTRA INDONESIA |
Pada tahun 1959,penguasa perang tertinggi Republik Indonesia pernah melarang buku Pramoedya Ananta Toer yang berjudul " Hoa Kiau di Indonesia " Pada tahun 1962 sebuah buku kumpulan saja berjudul " Matinya Seorang Petani " juga dilarang. Sebegitu
jauh,pelarangan itu dikenakan semata-mata terhadap buku yang isinya dianggap dapat merongrong kewibawaan pemerintah dalam menjaga keamanan bangsa dan negara.
Tapi pada tahun 196,setelah manifes kebudayaan dilarang,kemudian semua buku dan buahtangan para pengarang penandatanganan menifes dinyatakan terlarang. jadi yang dinyatakan terlarang bukan buku,melainkan pengarang para pengarang yang bukan penandatangan manifes,karena kebetulan orangnya berada di Malaysia padahal ketika itu pemerintah R.I.sedang berkonfrontasi dengan pemerintah Malaysia (seperti S. Takdir Alisyahbana,idrus dan M.balfas)atau karena pengarangnya berfaham politik yang tidak disukai rezim yang sedang berkuasa (seperti,Muchtar Lubis dan Hamka),dinyatakan terlarang juga. tak perduli bahwa buku-buku itu ditulis berpuluh-puluh tahun sebelum itu,dan samasekali tidak menyinggung-nyinggung situasi aktuil.
Setelah terjadi penghianatan " Gerakan G 30 S PKI " yang dapat digagalkan,larangan tehadap buku-buku buah tangan para pengarang manifes kebudayaan dicabut. Tapi buku-buku karangan anggota Lembaga kebudayaan Rakyat (LEKTRA),dilarang. Tak perduli apa isinya dan kapan waktu ditulisnya. larangan itu terdapat dalam intruksi menteri pendidikan Dasar dan kebudayaan R.I. no.1381/1965 tertanggal 39 november 1965.
Larangan itu di intruksikan deangan pertimbangan untuk mengadakan tindaka lanjut didalam usaha menumpaspengaruh dari gerakan mental ideologi dan berlaku surut mulai tanggal 1 November 1965. Intruksi yang ditujukan kepada para pejabat di lingkungan P.D & K,itu disertai dengan dua buah lampiran yaitu daftar sementara buku-buku terlarang dan daftar sementara anggota LEKTRA.
Sumber : Ichtisar Sedjarah Sastra indonesia.
Ajip Rosidi 1969.
Ajip Rosidi 1969.