Di Jawa-Barat banyak ditemukan prasasti,antara
lain di Bogor,Banten dan Bekasi,yaitu Ciaruteun,Kebon kopi,Pasir
jambu,Cidangiang dan Tugu. Benda-benda itu merupakan bukti bagi kita bahwa
kepandaian tulis-menulis di Daerah Sunda telah ada sejak abad ke lima.
Huruf dan bahasa tulis yang digunakan adalah huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta,yang semula berasal dari India. Masyarakat Sunda pada zamannya benar-benar telah mengusai pengetahuan baca-tulis,terbukukti dengan ditemukannya empat buah Prasasti di Sukabumi,yang terkenal bernama Prasasti Bantarmuncang. bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa Kuno dan bertahun 955 atau 1030 Masehi. Kemudian ditemukan lagi prasasti yang dibuat pada abad ke-14 dan ke-16 di Kawali(Ciamis),Bogor. bahasa yang digunakan dalam prasasti tersebut ialah Bahasa Sunda Kuno.
Pemerintah berusaha memelihara semua benda peninggalan leluhur,mengingat fungsinya yang penting bagi Ilmu Pengetahuan. Apalagi peninggallan sejarah itu menjadi kebanggan seluruh bangsa secara turun-temurun. Bukti-bukti sejarah tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan dan pembagunan kebudayaan kita.
Seorang ilmuwan Belanda bernama N.J.Krom mengutarakan bahwa naskah Sunda yang tertua yang pernah ditemukan bertahun 1256 saka atau 134 masehi. Kita dapat membaca naskah-naskah Sunda yang telah disimpan,baik dari museum Nasional Jakarta atau Museum Jawa-Barat. Selain itu Museum Geusan Ulun di Sumedang dan Museum Cigugur di Kuningan,dewasa ini telah memiliki pula koleksi naskah-naskah Sunda. Sedang perpustakaan Leiden di Belanda dan Perpustakaan Asiatic Society di Inggris,telah lama memiliki koleksi naskah Sunda.
Di dalam masyarakat Sunda pada umumnya,naskah Sunda dimiliki oleh anak-cucu keturunan Pamongpraja di masa lalu . juga dimiliki para Kiai dan Ulama,para pecinta kesenian dan kebuyaan Sunda.
Tak
terbilang banyaknya naskah yang rusak karena terlantar. Isi dan bahasanya tidak
diketahui oleh generasi muda sehingga tidak terawat dengan baik. Bahannya pun
tidak menarik.
Selain itu ada pemilik naskah yang merahasiakan benda yang dimilikinya,karena berbagai alasan. Antara lain benda itu merupakan benda pusaka nenek moyang yang perlu ditelusuri. Ada pula karena mengindahkan pesan leluhur yang telah lampau,bahwa naskah tersebut tidak boleh jatuh ke tangan penjajah.
Pada tahun 1969,seorang pemilik naskah dengan berat hati terpaksa menjual naskah warisan nenek moyangnya,meskipun dilarang oleh keluarganya. Hal tersebut dilakukan karena ia perlu uang untuk berobat. Naskah itu berjudul " Carita Purwaka Caruban Negari ", naskah itu kini tersimpan di Museum Negeri Jawa-Barat di Bandung. Peristiwa ini sama dengan peristiwa perolehan naskah yang lain,yaitu naskah Pustaka Negara Kertabumi dan Pustaka Pararaturan i Bumi Javadwipa serta Pustaka Pararaturan i Bumi Nusantara.
Adapun bahan yang digunakan untuk menulis naskah Sunda ialah daun lontar,janur daun enau,daun pandan,nipah dan daluang. Selain ditulis dalam huruf Sunda Kuno,huruf Jawa-Sunda dan huruf latin,sebagian besar naskah Sunda ditulis dengan huruf Arab.
Pada tahun 1980,1982,1983 dan 1984,telah diterbitkan hasil pendataan Naskah Sunda Lama di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang oleh petugas Departemen Pendidikan dan kebudayaan Jawa-Barat,yaitu:
Dr.Edi
S. Eka Ekajati. Dalam pada itu naskah tulisan tangan asal Sunda yang di tulis
oleh Karel Frederik Holle pada tahun 1867.